9.1.15

Nggak Selamanya Panti Asuhan itu Sedih!

Sekilas, ketika melewati daerah panti ini terbesit pikiran 'dimana sih rumah pantinya'. Berhalaman lebar, panti yang terletak di daerah Wirokraman ini bernama Rumah Sajada. Berdiri sejak 9 Februari 2009 panti ini sudah menampung 54 anak dari magelang, maluku, dan daerah jawa tengah lainnya.
Panti asuhan ini mempunyai 4 model pokok yang sudah lama dijalankan yaitu: Santri dalam, santri luar, santri santunan, dan madrasah pengajar.
Santri dalam merupakan santri yang menetap di Rumah Sajada. Mereka setiap harinya mempunyai kegiatan-kegiatan yang sudah diatur oleh jadwal.
Santri luar merupakan santri yang berasal dari daerah sekitar situ. Mereka datang setiap sore dari hari senin sampai jumat untuk mengikuti Madrasah Sore (TPA).
Lalu, Santri santunan merupakan anak-anak yatim/piatu/yatim piatu yang tidak mampu sehingga harus mendapatkan santunan. Program ini baru berjalan semenjak 2014 dengan cara mendata anak-anak di setiap daerah melalui pedukuhan.
Sedangkan madrasah pengajar merupakan sekolah bagi calon pengajar-pengajar yang memiliki umur sekitar 19an (kuliah) dan ingin mengabdi di Rumah Sajada.
Saya datang bertepatan dengan kegiatan madrasah sore. Banyak sekali anak-anak seumuran SD berkumpul, lesehan di sebuah tempat bertembok batako. Mereka sedang belajar mengaji dan mengeja bahasa arab. Sembari menunggu mereka selesai, saya menuju kantor dan disambut ramah dengan Kak Arwan. Ia merupakan salah satu santri disini yang sekarang sudah menduduki bangku perkuliahan.
Kak Arwan menjelaskan jadwal kegiatan Panti Asuhan Rumah Sajada. "Kalau pagi mereka selalu bangun jam 4 terus sholat qiyamul lail lalu sholat subuh sehabis itu bersiap-siap ke sekolah".
Pukul 17.00 madrasah sorepun selesai. Terdengar do'a penutup dan perpisahan antara anak-anak dengan uztadzah. Selepas salam diucapkan terlihat mereka berlomba-lomba menuju gerbang keluar dengan kerudung besar yang mengembang-ngembang terkena angin serta senyum dan tawa yang merekah di setiap wajah-wajahnya. Ini pemandangan yang jarang saya lihat setiap harinya.
Beberapa saat kemudian dua remaja perempuan berkerudung hitam lebar sepanjang lutut berjalan kearahku. Mereka ternyata sebagian dari santri dalam yang bernama Imtina dan Eka. Ketika datang mereka menyambut saya namun mereka berdua tidak langsung duduk di dekat pengurus dari panti ini "Pak mbok ya geser dulu atau kemana gitu heheheh" ujar Imtina. Disini memang diajarkan untuk tidak berhubungan langsung dengan lelaki agar mereka berkembang dengan kondisinya masing-masing. Tetapi untuk bersekolah mereka diberikan kebebasan untuk memilih sekolah umum diluar dari panti ini.
Berharap bertemu dengan santri yang lain dan pengajar madrasah sore. Setelah mendapat izin dari pengurus dari panti. Saya langsung bergegas menuju pondok asrama belakang untuk bertemu pengajar serta santri dalam Rumah Sajada. Tentu tidak sendirian, bersama dengan Imtina dan Eka. Berjalan sekitar 5 menit lalu bertemu dengan rumah bercat hijau yang ditemboknya berjejer-jejer banyak jendela dengan satu pintu besar. Imtina dan Eka menjadi pemandu langsung membukakan dengan lebar. Suasanya sangat sepi. Ternyata selain mereka, sedang bersepeda sore untuk membeli takjil buka puasa. Imtina mempersilahkan duduk beralaskan lantai. "Mari, aduh maaf kotor belum dibersih-bersih dari tadi".
Imtina, atau biasa dipanggil Tina merupakan santri dalam yang sudah 1,5 tahun menimba ilmu agama di panti ini. Perempuan ini aslinya dari Magelang. Bukan berlatar belakang yatim atau piatu. Mula-mula ia hanya ditawari oleh kakaknya yang kebetulan mempunyai teman uztad panti ini, lalu Ia benar-benar tergerak hatinya untuk menuntut ilmu agama. Sebenarnya memasuki panti ini harus melalui tes juga namun tidak untuk Tina. Ia sudah terlambat mendaftar sehingga tidak melalui tahap seleksi. "Waktu itu mbak-mbak udah pada mos satu minggu aku barusan masuk sini" ingat siswi yang menduduki kelas 11 saat ini. Tina diberi kebebasan pihak panti untuk memilih sekolah. Sekarang ia sedang menuntut ilmu di SMK Gamping jurusan Busana. Jauh-jauh untuk menuntut ilmu ke Jogja tidak bisa meredam rasa kangennya terhadap orang tua. Ada kalanya ia benar-benar kangen namun selalu ia tepis karena banyak teman-temannya yang lain.
Beda cerita dengan Eka. Perempuan berkulit sawo matang ini ternyata bersepupu dengan Tina. Ia merantau sudah merantau selama setengah tahun ini selain ingin mendalami agama islam juga karena ingin dari di rumah. "Aku diajak sama masnya Mbak Tina juga. Blass nggak ada pandangan ngapain aja di panti ini. Pokoknya ikut mbak Tina". Eka sekarang bersekolah di SMK 1 Godean jurusan pemasaran.
Pada liburan semester kemarin Tina dan Eka diberi kesempatan untuk berkumpul bersama keluarga. Temu kangen itu hanya dapat mereka rasakan selama 5 hari. Walaupun libur sekolah panjang, mereka harus menyelesaikan sekolahnya dulu disini. tidak bisa langsung mudik layaknya sekolah biasa. "Biasanya libur sekolah udah jalan seminggu, disini masih belajar" tutur Eka. Banyak hal yang mereka rasakan setelah bergabung Rumah Sajada. Sholat mereka lebih tertib, hafalan alqurannya lebih mantab juga akhlaknya semakin baik.
Pukul 18.00 adzan berkumandang. anak-anak yang bersepeda sudah mulai memasuki rumah ini. Tiba-tiba ada anak yang paling kecil berteriak "siapa itu????" Ia bernama Rahma. Ia merupakan santri paling muda. Masih menduduki kelas 5 SD. Sesuai jadwal, selepas sholat maghrib mereka mengadakan hafalan alquran atau disebut tafidz. Setiap menghafal mereka di dampingi satu ustadzah atau disebut musrifah. Musrifah yang bertugas hari itu bernama Mbak Juju. "Rahma merupakan salah satu anak yang dapat menghafalkan dalam waktu yang cepat" tutur Mbak Juju. Malam ini mbak Juju menjadi pendamping Rahma dalam menghafalkan surat-surat juz 30. "Tapi dia beda dengan yang lainnya. Rahma itu kalau baca sulit tapi kalau dibacakan terus dia nginget langsung bisa" tambah Mbak Juju. Mbak Juju merupakan musrifah semenjak bulan september 2014  Ia pindahan dari Aceh. Sesaat kemudian Rahma berkata “Mbak, kalau kita bisa menghafal qur’an besok di surga orang tua kita bakalan dapet Mahkota Indaaah banget!!! Sama jubah emas yang bercahaya.” Rahma memang masih kecil tetapi ia mempunyai pemikiran yang lebih dewasa daripada tubuhnya, sehingga ia dijuluki “Remaja Cebol!”. Malam itu saya lalui dengan canda dan tawaan bersama anak-anak Panti Asuhan Rumah Sajada.

No comments:

Post a Comment

thanks for comments :)